Kupikir waktu yang tepat untuk melupamu adalah saat hatiku tepat kau buat sakit sampai rasanya begitu sekarat dan tak mampu bangkit. Namun aku salah. Sesuatu yang terlalu dipaksa terkadang tak mampu berhasil dengan sempurna. Kupikir waktu yang tepat untuk melupamu adalah saat kau sudah pergi dan berlalu. Aku akan terbiasa sendiri dan membiasakan diri akan ketidakhadiranmu. Namun itupun ternyata bukan waktu yang paling tepat. Karena ketika kau jauh, rinduku menjadi sungguh terlalu. Kupikir lagi, waktu yang paling tepat untuk melupamu adalah saat kau sudah bersama dia yang baru. Karena aku tak mampu membohongi diriku bahwa bahagiamu yang bukan karenaku adalah sakit yang terlalu. Sesak, sampai aku sulit bernafas. Dan ternyata sama saja. Itupun bukan waktu yang paling tepat. Maka aku mulai berjalan saja. Membiarkan semua proses penyembuhan ini berlangsung sewajarnya. Tak akan lagi kupaksakan diri untuk secepat itu melupamu. Tidak. Karena aku tak amnesia. Tak a...
Tidak semua yang aku tulis adalah aku, dan berhentilah menerka-nerka, sebab dalam permainan kata, aku bebas menjadi apa dan siapa, karena dalam dunia kata aku adalah sutradaranya, aku adalah dalang pada tiap cerita.