“What if someone you love is happier without you? Will you leave?” Saya berulang kali membaca pertanyaan itu… dan berpikir. Akankah saya benar-benar bisa meninggalkan seseorang yang saya cinta, jika nyatanya ia lebih berbahagia tanpa saya? Hingga paragraf awal ini saya tulis, saya belum meyakini jawabannya. Mungkin kita terlalu sering diajari mencinta, hingga lupa bahwa ada juga yang namanya mengikhlaskan dan merelakan. Pada bagian ini, saya bukan orang yang lihai melakukannya. Namun tak mungkin juga menjadi orang yang egois, memaksakan untuk bersama tanpa memikirkan apakah ia yang kita cinta juga merasakan bahagia yang sama. Kita semua butuh merasa dibutuhkan, kita ingin merasa diingini, kita rindu merasa dirindui. Namun apalah artinya jika tanpa kata ‘saling’? Bukan berarti menuntut timbal balas, ‘saling’ lebih kepada tanpa paksaan, rela hati, bahkan merasa suka melakukannya. Kembali ke pertanyaan awal. Jika ia yang kamu cinta lebih bah...
Tidak semua yang aku tulis adalah aku, dan berhentilah menerka-nerka, sebab dalam permainan kata, aku bebas menjadi apa dan siapa, karena dalam dunia kata aku adalah sutradaranya, aku adalah dalang pada tiap cerita.