Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2015

Nostalgia I

PROLOG Akan aku ceritakan sebuah kisah. Ah, bukan. Tapi banyak kisah. Tentang mereka yang merindukan masa kecilnya. Masa di mana sakitnya terjatuh hanya di lutut, bukan di hati. Masa di mana ritual marathon kartun di Minggu pagi adalah perihal wajib yang harus ditaati. Masa di mana bermain, berlari, berpetualang ke sana-ke mari adalah hal yang paling menyenangkan. Namun, tidak semua kisah dapat ditertawakan. Tidak sedikit dari mereka yang juga merasa ditinggalkan, merasa terasingkan perannya sebagai seorang manusia kecil, juga merasakan hal-hal tersulit dalam hidupnya ketika masih belum mengerti apapun. Itulah kenangan. Tidak melulu manis. Namun, mereka sudah tergaris. Dalam hidup.  *** Hari ini aku memasuki akhir Desember. Musim hujan datang berirama merdu. Hujan turun, rintiknya memberi isyarat kenangan. Aku berdiri di depan rumah menatap langit. Hujan yang sangat kurindukan. Aku suka hujan, rintiknya membelai wajahku. Membasahi tubuhku  juga kenangan masa laluku. Piki

Nyiyir-in lirik lagu

Kayaknya gue doang yang gak suka lagu anu.  Dari judul aja udah kontra.  Masa cuma punya hati bisa idup, padahal yang paling penting, kan jantung.  Organ lu yang lainnya kemana, nah :( masa iya ada manusia kek hp batangan, separo separo gitu ._. Then~ liriknya juga gue mbuh~ kau tinggalkan aku ku tetap di sini kau dengan yang lain ku tetap setia tak usah tanyakan apa aku cuma punya hati Iya, cuma punya hati.  Makanya gak ngotak.  Ngg, ngotak? Ngsegitiga? Ngbulet? Haish.  Nge-otak nah.  Udah ditinggalin masih disitu situ ae.  Kek mang mang ojek yang beloman ngegojek.  Nangkring situ situ aja. Ahelah tong, moveon lekas tong~ *ngomong sambil nyermin* Tapi, setiap anu punya plus minusnya masing-masing, kan.  Lagu ini ada plusnya juga dimata gue.  Bahasa kesehatannya, hipermetropi.  Dimana bayangan dari sinar yang masuk ke mata jatuh di belakang retina. Allah Allah Allah.  Tanya dong Nisa anak mana~ “ Anak mana, Nis?” “UI” “Ambil apa di UI?” “Ambi

Cinta itu dua hati, bukan tiga

  “Cowok itu di mana-mana sama aja, tukang selingkuh!” Ketika dengan epic dan innocent nya gue bilang kalimat diatas, malah dapet semburan dari temen yang notabene dia adalah orang sok dukun yang sok ngerti segalanya. "Well, mungkin kamu aja yang nggak cukup pintar dan mau belajar dari kesalahan, makanya terjerumus di lubang yang sama untuk kedua kalinya." Seketika gue tersadar dan bego bego-in diri sendiri. let me say~ Yup, Cowok itu ternyata emang beda-beda, sama seperti cewek, mereka juga nggak mau disama-samain atau dibanding-bandingin. Nggak semua cowok suka selingkuh, dan nggak semua cewek cengeng.   Oke tulisan barusan nggak nyambung, karena gue cuma pengen aja nulis gitu. Cinta itu dua hati, bukan tiga. Seperti judulnya, isi tulisan ini adalah soal perselingkuhan. Soal kepercayaan yang dirusak, soal cinta yang disia-siakan, soal kekhawatiran yang menjadi percuma, soal waktu yang terbuang sia-sia, soal hati yang sesak dan terluka, soal i

Berkunjung ke dada Ibu

Aku ingin pulang dan tersesat di dalam dada ibu.  Menerka-nerka isi kepalanya segala hal sedang ditimbang agar rencana tak tumbang begitu saja. Menerjang badai dalam lautan tenang dadanya. Aku ingin pulang ke rumah menghirup aroma bumbu dari dapurnya. Terong balado, daging rendang atau keperihan tentang masa lalu. ketika aku bersedih dan tak ada satu orang yang rela berbagi, aku ingin sekali memeluk ibu. Tetapi tangan dan angan-anganku tak sanggup menjangkaunya. Aku ingin sekali mengadu kepada ibu. Tentang kepedihan hidup, orang-orang yang tak ingin tahu perasaanku dan ketakutan-ketakutan hari esok. Mengadu layaknya anak kecil yang merengek kepada ibunya karena diganggu oleh teman sekolahnya. Sayangnya pelajaran tentang bertahan hidup tak pernah kutemui di sekolah mana pun. Sungguh aku ingin menceritakan segala keluhan tentang lelaki yang pernah kau kenal itu, Ibu. Namun setelah kepergiannya tak ada lagi yang tersisa kecuali rasa sakit yang sulit dicabut. Hanya itu ya

Pukul 22.00

Pukul 22.00 dan seterusnya adalah saat-saat bengong paling nikmat.  Bagi orang yang over thinking seperti saya, pukul 22.00 adalah waktu yang tepat untuk memikirkan hal-hal yang sifatnya tidak prinsipal.  Hal-hal yang menghantui pikiran tapi tidak sempat diberi ruang untuk dieksplorasi.  Karena kebiasaan over thinking ini lah, sering kali saya menjadi orang yang salah dalam menempatkan prioritas. Buktinya sekarang ini, besok saya uas dua mata kuliah tapi sekarang, tepat pukul 22.00 ini, saya malah dengan sengaja mengotak-ngatik apa kira-kira yang bisa saya ketik.  Padahal apalah arti tulisan ini dibandingkan dengan uas dua mata kuliah yang masing-masing bernilai dua SKS. Tapi sudah terlanjur, mari kita lanjutkan. Selain itu, pukul 22.00 dan seterusnya juga merupakan waktu yang paling syahdu untuk diajak mereview apa yang terjadi dari mulai bangun pagi sampai detik itu.  Hobi mereview ini sayangnya tidak berada pada jalur yang tepat.  Andai saja yang saya review