Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2015

Si-sialan

Terimakasih karena pernah jadi si sialan yang menyenangkan, yang membuatku jatuh cinta hingga sejatuh-jatuhnya, yang pernah membuatku luka hingga aku merana di tiap hari, yang pernah membuatku cemburu hanya karena ada perempuan lain yang mendekatimu, yang pernah membuatku ngambek hanya karena kau tak punya banyak waktu untukku, yang pernah membuatku marah hanya karena salah paham yang remeh, yang pernah jadi laki-laki yang paling juara soal sehatku, yang pernah jadi laki-laki yang khawatir ketika aku pulang tak tepat watu, yang pernah jadi lelaki yang rajin mendo'akanku, dan pernah berkata senyumku adalah surgamu, kamu itu menyenangkan , tapi juga tak kalah sialan karena telah mengkhianati cinta yang selama ini kita jaga, membuat air mataku jatuh tanpa di cegah, sekalipun kamu sudah melubangi hatiku hingga dasar terdalam, aku tetap padamu aku tetap mencintaimu karena bagaimanapun kamu pernah jadi hal indah dan hal yang membahagiakan di hidupku . terimakasih  

Menganggapnya Rumah

Aku selalu menganggapnya rumah. Tempat ternyaman yang di sana bisa kulakukan apa saja sesuai keinginan, tanpa perlu malu atau takut. Aku selalu menganggapnya rumah. Tujuanku saat ingin pulang, setelah pergi sejauh apapun. Aku selalu menganggapnya rumah. Tempat di mana beradanya guling, sesuatu yang selalu ingin kupeluk saat lelah. Aku selalu menganggapnya rumah. Salah satu kebutuhkan pokok untuk melindungiku dari dunia luar. Itu lah salahku. Salahku menganggapnya rumah. Aku melupakan bahwa dia adalah rumah yang bersertifikat. Sehingga aku tak memiliki kekuatan saat rumah itu telah dimiliki orang lain. Sampai suatu hari aku lupa mengunci rumah itu. Ketika aku pulang, ada yang berbeda dari rumah itu, kupikir maling telah mengambil beberapa benda di dalamnya. Tak kepedulikan, langsung saja aku menuju kamar. Tapi ada yang janggal, sejak kapan kamarku pindah ke belakang, di pojok rumah itu. Ah, mungkin aku sedang lelah saja dan tak ada yang berubah.

Aku tak apa :)

Teruntuk seorang 'that I called friend' Selamat malam, tuan. ah, sepertinya kau sedang berbahagia bukan? beberapa hari terakhir ini, aku jarang mendengar bunyi 'pesan' darimu. mungkin kau sedang sibuk dengan kebahagian nyata mu. tak apa. sungguh tak apa. aku sudah menebak bahwa 'kita' akan berakhir sebatas ini. kita? ah, aku terlalu berandai bukan? sungguh aku tak apa. tapi aku akui, kau sungguh berbakat. membuat ku melambung jauh keatas saat aku sedang terpuruk karena masalalu-ku, lalu setelah nya? kau sudah tau jawabannya kan? ya, aku kau jatuhkan dengan sangat tidak hati-hati. sakit? ah, aku tak apa tuan, sungguh. aku tak apa. boleh aku sedikit jujur? mungkin aku terlalu cepat untuk berharap padamu. tapi, perempuan mana yang tak berharap lebih jika diperlakukan seperti itu? sudahlah, aku tak apa. tapi malam ini, aku merasakan dadaku sesak. tidak bukan karena asma, aku tak punya penyakit seperti itu. tapi melihat foto 'perempuan-mu' yang k

Menyembuhkan Patah Hati, Sendiri

‘Biarkan yang membuat hatimu patah, pergi. Lalu izinkan seorang yang pantas, memperbaikinya tanpa cemas.’ Selepas kau tak ada dalam hidupku lagi, semuanya kurasa sulit sekali Ingin melakukan ini, ingin melakukan itu Aku selalu saja ingat kamu. Selepas kau tak ada dalam keseharianku lagi, ada saja hal di sekitar, yang membuatku tiba-tiba gusar : selalu ada yang mengingatkanku akan luka karena pergimu. Mungkin aku bisa saja percaya patah hati tak bisa diobati sendiri Katanya, kita butuh seorang yang baru untuk membuat kita kembali merasakan rindu : jatuh cinta lagi, sampai mengharu biru Namun kali ini, aku enggan menuruti. Aku ingin menyembuhkan patah hatiku, sendiri cukup saja dengan ditemani puisi, bercangkir-cangkir cokelat hangat, dan mungkin juga suara rintik hujan setiap hari. Aku ingin menyembuhkan patah hatiku, sendiri karena aku tahu, hatiku butuh waktu untuk menerima apapun yang baru walau mungkin saja, masih dengan rasa yang hampir sama Aku ingin menyembuhkan p