Kekasih, sudahkah kau tahu, tentang aku yang kesulitan jatuh cinta dan kesulitan bangun ketika jatuhnya? Dengan ini sudah jelas. Aku selalu bodoh soal cinta. Bertahun-tahun telah kukumpulkan seluruh lebam dan merobek habis restu demi harapan. Harapan yang tampak memesona karena cacatnya. Harapan yang kubangun sedemikian indah, agar mereka tak turut jatuh sampai patah. Meski sebenarnya aku tahu juga, kepayahan akan membunuh keras kepalaku dengan begitu hebat - seperti yang telah sepasang matamu saksikan selama sekian puluh pekan. Barangkali ini adalah sialku. Atau mungkin ini hukuman bagiku. Takdir begitu masa bodoh dengan aku yang menolak dan menyerah pada perasaan cinta. Kini aku akan jatuh lagi. Bukan pada mereka atau ia. Tapi padamu. Padamu akan kuhabiskan seluruh cinta. Padamu akan kuantarkan lelah sampai di rumahnya. Padamu akan benar-benar kuselesaikan seluruh kekuatan. Maka, Kekasih, belajarlah untuk terbiasa menatap aku, yang bah...
Tidak semua yang aku tulis adalah aku, dan berhentilah menerka-nerka, sebab dalam permainan kata, aku bebas menjadi apa dan siapa, karena dalam dunia kata aku adalah sutradaranya, aku adalah dalang pada tiap cerita.