Maaf. Untuk bahagia yang menghujani dadaku setiap kali aku mampu membuatmu tertawa. Maaf pula untuk setiap degup tak beraturan tiap kali aku mencuri kecup di keningmu saat sedang terlelap. Maaf untuk setiap hal merepotkan yang aku lakukan, yang aku tak tahu lagi harus meminta tolong kepada siapa selain kepadamu. Jika aku mampu menuliskan ceritaku sendiri, lalu memerintahkan hati untuk jatuh cinta kepada orang yang aku pilih sendiri, tentu saja aku tak akan memasukkan namamu dalam hidupku. Aku akan menulis sebuah cerita yang aku dan kau tidak pernah berjumpa. Aku tentu akan memerintahkan hati untuk tak melihatmu sama sekali. Menganggapmu sebagai seorang teman dan tidak menyisakan tempat di hati untuk peduli. Aku akan menjadikan diriku sendiri sebagai tokoh utama perempuan yang mampu berjalan sendiri, mampu mencintai dirinya sendiri, dan tidak peduli pada luka-luka orang lain. Tapi kau dan aku sama-sama tahu, aku tak mampu menulis cerit...
Tidak semua yang aku tulis adalah aku, dan berhentilah menerka-nerka, sebab dalam permainan kata, aku bebas menjadi apa dan siapa, karena dalam dunia kata aku adalah sutradaranya, aku adalah dalang pada tiap cerita.