Bila nanti kau ingin mengenal betul siapa aku, kuberitahu satu hal terburuk yang harus kau tahu.
Salah satunya, aku sebenarnya adalah seorang pemarah.
Pemarah yang buruk ketika sedang tidak mood, yang seketika bisa saja mengucapkan kata-kata kasar yang tak berguna -meskipun itu memang sebagai ekspresi kemarahanku, bukan ditujukan untuk siapapun itu, apalagi dirimu.
Tahukah, begitu sulit untukku untuk mengendalikan diri bila sedang terbentur buruknya kondisi. Karenanya, janganlah terkejut kalau suatu saat kau melihatku dapat menjadi individu yang berbeda ketika emosi sedang membara.
Seketika, kau harus pandai menempatkan dirimu sendiri ketika suatu kala hal itu benar-benar tiba.
Bila kau tahu aku seorang yang pemarah, maka tolong bantu aku untuk meredakannya.
Bila kau nantinya adalah seseorang yang dipilihkan Tuhan untukku, maka dari sekarang kuajak kau mulai terbiasa dengan tabiat burukku yang temporer ini.
Jadilah air sedingin es ketika aku seperti api yang membara.
Diamlah dengan anggun, sebagaimana nanti pada akhirnya aku sendiri akan malu akan kata-kataku yang terlanjur tersembur.
Dan… peluk saja aku dengan seluruh kecintaanmu. Matikan degup emosi yang meletup ini dengan keikhlasanmu untuk berdamai dengan kondisiku. Ingatkanlah aku dalam dekapanmu, bahwa sejatinya kau mencintaiku -sebagaimana juga aku mencintaimu- dan atas nama cinta itulah segala emosi yang membara ini harus segera disudahi.
Pandang mataku, lalu buatlah aku malu. Bila dengan keadaanmu yang terbaik menujuku, semoga dengan melihatmu saja aku rasanya dapat kembali mengingat Tuhan dan melafalkan lafadz-lafadz pujian untukNya. Buatlah hegemoni emosiku runtuh seketika dengan keanggunanmu memperlakukanku. Aku percaya, atas segala karunia yang ada, kaulah orang yang paling tepat untuk membuat segalanya menjadi mereda.
Aku harap kau tak terbebani atas sifatku ini. Bagaimanapun, aku hanya berusaha jujur dan tidak menutup-nutupi. Satu hal aku berjanji, bahwa aku akan berusaha betul untuk menjaga dirimu di setiap inci. Marahku yang terasa olehmu sejatinya bukan untuk melukai. Tapi semua takkan terjadi, bila kita sama-sama bisa mengendalikan diri.
Salah satunya, aku sebenarnya adalah seorang pemarah.
Pemarah yang buruk ketika sedang tidak mood, yang seketika bisa saja mengucapkan kata-kata kasar yang tak berguna -meskipun itu memang sebagai ekspresi kemarahanku, bukan ditujukan untuk siapapun itu, apalagi dirimu.
Tahukah, begitu sulit untukku untuk mengendalikan diri bila sedang terbentur buruknya kondisi. Karenanya, janganlah terkejut kalau suatu saat kau melihatku dapat menjadi individu yang berbeda ketika emosi sedang membara.
Seketika, kau harus pandai menempatkan dirimu sendiri ketika suatu kala hal itu benar-benar tiba.
Bila kau tahu aku seorang yang pemarah, maka tolong bantu aku untuk meredakannya.
Bila kau nantinya adalah seseorang yang dipilihkan Tuhan untukku, maka dari sekarang kuajak kau mulai terbiasa dengan tabiat burukku yang temporer ini.
Jadilah air sedingin es ketika aku seperti api yang membara.
Diamlah dengan anggun, sebagaimana nanti pada akhirnya aku sendiri akan malu akan kata-kataku yang terlanjur tersembur.
Dan… peluk saja aku dengan seluruh kecintaanmu. Matikan degup emosi yang meletup ini dengan keikhlasanmu untuk berdamai dengan kondisiku. Ingatkanlah aku dalam dekapanmu, bahwa sejatinya kau mencintaiku -sebagaimana juga aku mencintaimu- dan atas nama cinta itulah segala emosi yang membara ini harus segera disudahi.
Pandang mataku, lalu buatlah aku malu. Bila dengan keadaanmu yang terbaik menujuku, semoga dengan melihatmu saja aku rasanya dapat kembali mengingat Tuhan dan melafalkan lafadz-lafadz pujian untukNya. Buatlah hegemoni emosiku runtuh seketika dengan keanggunanmu memperlakukanku. Aku percaya, atas segala karunia yang ada, kaulah orang yang paling tepat untuk membuat segalanya menjadi mereda.
Aku harap kau tak terbebani atas sifatku ini. Bagaimanapun, aku hanya berusaha jujur dan tidak menutup-nutupi. Satu hal aku berjanji, bahwa aku akan berusaha betul untuk menjaga dirimu di setiap inci. Marahku yang terasa olehmu sejatinya bukan untuk melukai. Tapi semua takkan terjadi, bila kita sama-sama bisa mengendalikan diri.
Apakah kau orang yang tepat nantinya? Kuharap itu benar adanya. Semogaku untukmu kini telah lama mengangkasa, seiring emosiku yang nantinya meluruh oleh lengkungan senyummu yang menggetarkan jiwa.
Komentar
Posting Komentar