Aku selalu menganggapnya rumah.
Tempat ternyaman yang di sana bisa kulakukan apa saja sesuai keinginan, tanpa perlu malu atau takut.
Aku selalu menganggapnya rumah.
Tujuanku saat ingin pulang, setelah pergi sejauh apapun.
Aku selalu menganggapnya rumah.
Tempat di mana beradanya guling, sesuatu yang selalu ingin kupeluk saat lelah.
Aku selalu menganggapnya rumah.
Salah satu kebutuhkan pokok untuk melindungiku dari dunia luar.
Itu lah salahku.
Salahku menganggapnya rumah.
Aku melupakan bahwa dia adalah rumah yang bersertifikat.
Sehingga aku tak memiliki kekuatan saat rumah itu telah dimiliki orang lain.
Sampai suatu hari aku lupa mengunci rumah itu.
Ketika aku pulang, ada yang berbeda dari rumah itu, kupikir maling telah mengambil beberapa benda di dalamnya.
Tak kepedulikan, langsung saja aku menuju kamar.
Tapi ada yang janggal, sejak kapan kamarku pindah ke belakang, di pojok rumah itu.
Ah, mungkin aku sedang lelah saja dan tak ada yang berubah.
Aku juga lupa bahwa rumah itu perlu aku rawat, aku belum mengganti warna catnya yang lama sudah mulai memudar.
Aku akan memulainya dari ruangan pertama, ketika kubuka pintunya, ini kamarku seharusnya tapi cat dan bahkan perabotannya masih begitu baru.
Kususuri setiap sudutnya, ada yang sedang duduk di hadapan cermin.
Orang yang begitu asing.
Akhirnya aku menyadari, rumah itu bukan kemalingan, tapi kedatangan penghuni baru yang begitu asing di mataku.
..dan aku sadar betul, bahwa aku tak mungkin tinggal dengan orang asing dalam satu rumah.
Salahku menganggapnya rumah, ketika penghuni baru datang.
Rumahnya tak masalah, tapi penghuni lamanya yang dibuat kebingungan mencari rumah baru dan menghilangkan kenangan di rumah lama.
Komentar
Posting Komentar