Langsung ke konten utama

Nostalgia I

PROLOG

Akan aku ceritakan sebuah kisah. Ah, bukan. Tapi banyak kisah. Tentang mereka yang merindukan masa kecilnya. Masa di mana sakitnya terjatuh hanya di lutut, bukan di hati. Masa di mana ritual marathon kartun di Minggu pagi adalah perihal wajib yang harus ditaati. Masa di mana bermain, berlari, berpetualang ke sana-ke mari adalah hal yang paling menyenangkan. Namun, tidak semua kisah dapat ditertawakan. Tidak sedikit dari mereka yang juga merasa ditinggalkan, merasa terasingkan perannya sebagai seorang manusia kecil, juga merasakan hal-hal tersulit dalam hidupnya ketika masih belum mengerti apapun. Itulah kenangan. Tidak melulu manis. Namun, mereka sudah tergaris. Dalam hidup.

 ***

Hari ini aku memasuki akhir Desember. Musim hujan datang berirama merdu. Hujan turun, rintiknya memberi isyarat kenangan. Aku berdiri di depan rumah menatap langit. Hujan yang sangat kurindukan. Aku suka hujan, rintiknya membelai wajahku. Membasahi tubuhku  juga kenangan masa laluku. Pikiranku melayang jauh pergi ke masa lalu. Mengingat semua tentangku di masa kecil. Berlari keluar rumah setiap kali hujan. Menikmati setiap air yang jatuh, bahagia. Berlari berpayungkan langit, berteriak tentang apapun. Aku tak peduli sakit atau dimarahi. Dengan hujan, aku bahagia, menenangkan jiwa. Memberi isyarat pada teman, bermain bersama. Larut dalam kebahagiaan sederhana, sesederhana hujan. Dan jika opera hujan telah usai. Aku kembali pulang, bermandikan air hangat. Kutarik selimut, bersiap tidur, menuju mimpi. Bermimpi berselimutkan hujan, esokkan datang lagi.

Mendekatlah kawan, kita bertukar kisah masa silam. Tentang semesta yang memainkan tubuh kecil kita. Mengusahakan waktu agar sejenak kita lupa. Sebelum diselundupkan orangtua ke bumi. Kita pernah sebegitu bahagia layaknya di surga. Baik, kisah ini dimulai dari diriku. Saatku kecil aku penyuka layang-layang. Sayang, aku tak pernah pandai memainkannya. Tugasku adalah mengikat layang-layang dengan benang. Selanjutnya, kubiarkan kakakku memainkannya di udara. Percayalah, melihat layang-layang terbang, aku bahagia.

Cempe-cempe, undangna barat gedhe. Tak umpahi dudoh tape neg kurang njupuk dewe.”
Tiba-tiba kuteringat mantra ajaib tersebut. Sebuah mantra pemanggil angin. Mantra yang terucap saat bermain layangan. Berharap angin datang menerbangkan layangan. Sebuah mantra yang diucapkan berulang-ulang. Perkara benar atau tidak bukanlah soal. Yang penting hati ini senang. Bahagia itu sederhana bukan? Namanya juga masih kecil. Aku bersyukur pernah merasakannya. Masa kecil yang bahagia.

Masa kecil layaknya si bocah petualang. Bermain bola kasti atau kejar-kejaran dilapangan. Bermain di sungai. Tak mengeluh kala panas, tak sebal kala hujan. Begitu menyenangkan. Ini cerita satu setengah dasawarsa lalu. Cerita anak kecil berkepang dua. Besar di sebuah desa yang damai. Berlari mengejar bola, menendang sekenanya. Gadis mungil yang legam dan berpeluh. Akibat pergi bersepeda di siang hari. Pulang dengan lumpur penuh dicelananya. Tak jarang lutut berdarah karena jatuh. Disiram air di kepalanya sudah biasa. Omelan ibu menjadi makanan wajib. Tawa ayah yang mencairkan. Itu menyenangkan, kau harus tahu. Tak peduli apa kata orang. Hanya berlari, tertawa, dan bermain. Mencari tahu sesuatu dan menjelajah. Sampai satu rumah panik mencari. Selang waktu berlalu, kisah ini ada. Dalam naungan kenangan, muncul tanpa alasan. Selalu berhasil memenuhi benak menciptakan senyum. Tanpa tambahan rasa apapun. Masa kecil selalu menarik untuk diingat.

Ini sepenggal kisah masa kecilku dulu. Yang bermain tanpa takut kotor. Saat hujan datang pasti akan sangat senang. Jatuh dan terluka itu hal biasa. Bermain bersama kawan tak pernah terlewatkan. Aku rindu masa kecilku dulu. Karena hal terberatnya hanya PR sekolah.

Masa kecil selalu menyenangkan. Bermain sepuasnya tanpa merisaukan kebisingan kota. Memiliki teman-teman yang menyenangkan. Tak pernah kehabisan energi untuk bermain. Setiap hari bermain tak pernah terlewatkan. Tak jarang hingga lupa waktu. Sampai di rumah, ibuku sudah siap dengan omelannya. Dimarahi karena keasyikkan bermain. Lupa kalau aku harus mengaji. Begitulah masa kecil. Selalu menyenangkan. Menyenangkan karena bisa bermain bersama teman. Bukan karena asyik bermain dengan gadget. Seperti yang terjadi dijaman sekarang.

Gadis berponi itu berlari perlahan. Ia tampil cantik dengan gaun kesayangannya. Gaun merah jambu bermotif bunga yang tak berlengan mengambang selutut menambah kelucuannya. Ia sengaja membunyikan sepatu pantofel miliknya. Ya, iya ingin menunjukkan sepatu baru. sepatu pantofel hitam yang masih mengkilap. dilengkapi kaos kaki berenda bernuansa retro. Renda-renda yang warnanya senada dengan gaunnya. Tak henti-hentinya ia lalu lalang. Berlenggak-lenggok ke sana-ke mari bak model profesional. Sesekali mengintip ke sebuah cermin datar. Memandang kagum pada tubuh mungilnya itu. Senyum manis tercipta dari wajahnya yang pucat. Gadis kecil, baju kesayangan, sepatu baru. Ya, gadis kecil itu adalah aku. Aku pada lima belas tahun lalu.
 

Sepenggal kisah masa laluku. Bermain, berpetualang, membahagiakan sekali. Melesat cepat dengan sepeda roda dua. Berlari dengan bertelanjang kaki di rerumputan. Ah, masa itu ku tak peduli pada tugas. Ah, masa itu kutak peduli pada rasa. Aku teringat, pernah tak pulang ke rumah. Bermain tak ingat waktu. Tak beranjak, marah ketika disuruh pulang. Bermain di terik matahari, kulitku legam. Bermain di bawah hujan, membuatku menggigil. Mengenangnya selalu menghangatkan. Rasanya ingin kuulang kembali. Aku gadis kecil berambut sebahu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kau tidak sedang berlomba dengan siapapun

Kau ini sebenarnya tidak sedang berlomba dengan siapa-siapa. Tidak mencari pemenang perihal siapa yang lebih banyak atau siapa yang lebih cepat sampai duluan. Tidak ada. Jika melihat hasil orang lain lantas membuatmu malah merasa kalah, merasa berkecil hati, merasa tertinggal, dan justru bukan bersemangat, maka berhentilah untuk melihat ke arah sana. Berhenti melihat orang lain. Stop, tinggalkan, lepaskan, unfollow. Tidak ada peraturan yang mengatakan bahwa kamu harus menjadikan pencapaian orang lain itu sebagai pemacu semangatmu, tidak ada. Jangan mengikuti kata-kata orang brengsek yang bilang bahwa pencapaian orang lain itu harus dijadikan sebuah motivasi, apabila jauh dalam dirimu kamu tidak bisa merasa seperti itu. Hidupmu ini ya hidup kamu sendiri, kamu tau mana yang kamu suka dan mana yang tidak kamu suka. Masa harus ngikutin kata orang lain? Nggak usah sok dewasa kalau memang tidak bisa. Setiap orang punya rezekinya masing-masing, punya waktunya masing-masing, punya

Lirik The person I will love 내가 사랑할 사람 – 이슬비 – Lee Seul Bi OST My Girlfriend is a Gumiho Hangul, English Translation dan Terjemahan Bahasa Indonesia

  Lirik Lagu iksukji anhjyo ireon moseube nareul boyeo juneun ke cheoeuminikka honja kyeondigo chama naegien neomu wirobgo himdeul daneungeol alasseunikka byeonmyeong gataseo neol gidarineun ke budamjuki silheunde jakkuman buljabke dwae naega saranghal saram nareul barabwajukil nae moseubi dareuke boyeodo gateun mam inikka neoreul majubogien yongginajin anhjiman nareul saranghaejwoyo dwidolabwa jwoyo yoksim gataseo neol gajiryeoneun ke kamchuryeogo haebwado jakkuman keureohke dwae naega kidarin saram keuke baro neoigil honjaseoneun aereul sseoboado kkumingeol anikka neoreul saranghagien bujokhangeol aljiman nareul saranghaejwoyo keukae dolryeo bwayo na honja mal mothamyeon huhuidwilkkabwa ne maeumeul ijeneun bogo sipeunde naega saranghal saram nareul barabwajugil nae moseubi dareuge boyeodo gateun mam inikka neoreul majubogien yongginajin anhjiman nareul saranghaejwoyo dwidolabwa jwoyo Hangul 익숙지 않죠 이런 모습에 나를 보여 주는 게 처음이니까 혼자 견디고 참아 내기엔 너무 외롭고

Tentang Wanita

"Kamu lebih dari aku, aku khawatir" Awalnya sering melihat tulisan ini di timeline, entah itu Instagram atau Line. Sempat berpikir kenapa sih viral banget. Tulisannya kirta-kira seperti ini. Ngga ada tebu yang kedua kepalanya itu manis.  Kalau kamu memilih bersama dengan wanita karir yang bekerja, kamu perlu menerima bahwa ia tidak bisa di rumah membersihkan rumah. Kalau kamu memilih bersama dengan ibu rumah tangga yang menjaga dan merawat rumah, kamu perlu menerima bahwa ia tidak menghasilkan uang. Kalau kamu memilih bersama wanita penurut, kamu harus menerima bahwa ia bergantung padamu dan tidak mandiri. Kalau kamu memilih bersama wanita pemberani, kamu harus menerima bahwa ia keras kepala dan memiliki pemikiran sendiri. Kalau kamu memilih bersama wanita cantik, kamu harus menerima bahwa pengeluaran yang ia keluarkan juga banyak. Kalau kamu memilih bersama dengan wanita hebat, kamu harus menerima bahwa ia keras dan tak terkalahkan. Tidak ada wanita