Pada dunia yang ramai ini, ada yang akhirnya memilih sibuk untuk sendiri.
Tentu kita tahu, karena kitalah yang sendiri itu.
Berdekapan dengan sesuatu yang tak pernah orang mau.
Kesunyian, kehampaan, dan segala hal tak menyenangkan yang penuh penyambutan.
Mereka bilang, seluruh ini adalah perlambang kita tak mencintai diri sendiri.
Tapi apa sebenarnya mencintai diri sendiri itu?
Apakah segala yang pernah mereka lakukan kepada aku dan kamu?
Bumi sudah menyetujui, tak pernah ada yang benar-benar digenapi di sini.
Bumi sudah menyetujui, tak pernah ada yang benar-benar digenapi di sini.
Seperti senyuman yang terkadang diludahi, seperti mencintai lalu sengaja disakiti.
Tapi, ya, ada yang mampu menyamarkan lara dalam paling kelabunya warna.
Seolah senyuman dan cintanya tak berganti rupa.
Seolah ludah dan lara cukup dikeringkan terik kemarau saja.
Seolah perlakuan buruk atas ketulusan tak dapat membuat hati seketika gersang.
Bukan hanya layu. Bukan hanya tumbang.
Maka, bila mencintai diri sendiri berarti mesti sengaja membuat hidup orang lain terasa mati, barangkali cara terbaik untuk hidup adalah bunuh diri.
Menusukkan jarum jam pada nadi, agar usia tak habis oleh dendam dan benci.
Mengikat bengis di leher sendiri, agar sumpah serapah serta ludah tak liar berlari-lari.
Sebab kita telah memahami, bagaimana rasanya sengaja dibuat mati. Hanya dengan mencintai.
Dan, beritahu mereka sekali lagi.
Dan, beritahu mereka sekali lagi.
Sendiri adalah cara kita mencintai diri sendiri.
Komentar
Posting Komentar