Biasa saja. Iya memang
tidak ada yang istimewa atau aneh dengan profesi guru. Seseorang yang
berusaha mendidik calon – calon pemimpin bangsa menjadi manusia.
Bahkan, tidak sedikit ‘katanya’ ibu mertua yang berharap mendapatkan menantu seorang guru karena lebih banyak memiliki waktu luang untuk mengurus keluarga. Apakah ibumu salah satunya, sayang?
Jika bukan, apakah kamu sanggup meyakinkan ibumu bahwa aku adalah wanita yang tepat menjadi partner hidupmu?
Taruhlah ibumu adalah seorang fanatik yang memegang prinsip bahwa seorang istri haruslah memberikan seluruh waktunya untuk keluarga: ibu rumah tangga, apakah kau yakin bisa meluluhkan hati ibumu agar mau berstatus mertuaku?
Bagaimana kau akan meyakinkannya sementara rumor yang beredar adalah seorang guru terlalu sibuk mengurusi anak banyak orang sehingga anaknya kurang mendapat perhatian.
Atau kita anggap kau sangat pintar sehingga berhasil mengambil hati ibumu.
Selanjutnya kau dan aku akan mulai membangun bahtera rumah tangga dengan profesi kita masing – masing. Sekarang masalahmu bukan pada ibumu, tetapi ada padaku.
Seorang guru yang menjadi istrimu nanti ini bukanlah seorang guru seperti yang lainnya. Mungkin aku adalah seorang yang berpura – pura menjadi guru.
Karena bukan ini yang aku inginkan, aku menjadi guru hanya agar sejalan dengan studi yang aku ambil saat ini. Sebenarnya aku pun tidak pernah berharap menjalani studi ini, karena satu dan lain hal terpaksa aku ada di sini.
Kelak, mungkin kau akan mendengar keluhanku setiap kali pulang mengajar, atau bahkan kau akan menjadi sasaran luapan emosiku yang tertahan saat di sekolah. Karena saat aku menjalani profesiku tentu aku berusaha tampil sempurna, menjadi seorang wanita keibuan, yang perhatian dengan perkembangan setiap siswa, yang penyabar dalam menghadapi tingkah laku setiap siswa betapa pun menyebalkannya.
Kasarnya mungkin aku bermuka dua.
(Calon) Suamiku sayang, bagaimana? Bagaimana jika aku adalah guru seperti itu?
Sanggupkah kau bersabar mendengar setiap keluh kesahku, menjadi satu – satunya penyemangat yang bisa meyakinkan bahwa aku memang layak menjadi seorang guru, dan menuntunku belajar ikhlas untuk menjalankan profesiku?
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
pengirim cerita :
Rini Fajrin
Mahasiswi Pendidikan Matematika – UPI
Bahkan, tidak sedikit ‘katanya’ ibu mertua yang berharap mendapatkan menantu seorang guru karena lebih banyak memiliki waktu luang untuk mengurus keluarga. Apakah ibumu salah satunya, sayang?
Jika bukan, apakah kamu sanggup meyakinkan ibumu bahwa aku adalah wanita yang tepat menjadi partner hidupmu?
Taruhlah ibumu adalah seorang fanatik yang memegang prinsip bahwa seorang istri haruslah memberikan seluruh waktunya untuk keluarga: ibu rumah tangga, apakah kau yakin bisa meluluhkan hati ibumu agar mau berstatus mertuaku?
Bagaimana kau akan meyakinkannya sementara rumor yang beredar adalah seorang guru terlalu sibuk mengurusi anak banyak orang sehingga anaknya kurang mendapat perhatian.
Atau kita anggap kau sangat pintar sehingga berhasil mengambil hati ibumu.
Selanjutnya kau dan aku akan mulai membangun bahtera rumah tangga dengan profesi kita masing – masing. Sekarang masalahmu bukan pada ibumu, tetapi ada padaku.
Seorang guru yang menjadi istrimu nanti ini bukanlah seorang guru seperti yang lainnya. Mungkin aku adalah seorang yang berpura – pura menjadi guru.
Karena bukan ini yang aku inginkan, aku menjadi guru hanya agar sejalan dengan studi yang aku ambil saat ini. Sebenarnya aku pun tidak pernah berharap menjalani studi ini, karena satu dan lain hal terpaksa aku ada di sini.
Kelak, mungkin kau akan mendengar keluhanku setiap kali pulang mengajar, atau bahkan kau akan menjadi sasaran luapan emosiku yang tertahan saat di sekolah. Karena saat aku menjalani profesiku tentu aku berusaha tampil sempurna, menjadi seorang wanita keibuan, yang perhatian dengan perkembangan setiap siswa, yang penyabar dalam menghadapi tingkah laku setiap siswa betapa pun menyebalkannya.
Kasarnya mungkin aku bermuka dua.
(Calon) Suamiku sayang, bagaimana? Bagaimana jika aku adalah guru seperti itu?
Sanggupkah kau bersabar mendengar setiap keluh kesahku, menjadi satu – satunya penyemangat yang bisa meyakinkan bahwa aku memang layak menjadi seorang guru, dan menuntunku belajar ikhlas untuk menjalankan profesiku?
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
pengirim cerita :
Rini Fajrin
Mahasiswi Pendidikan Matematika – UPI
Komentar
Posting Komentar