Seorang gadis yang selalu takjub melihat langit, apapun warnanya. Biru, Jingga, bahkan hitam.
Awan yang menghiasi langit adalah lesukaannya.
Bagaimanapun bentuknya, baginya langit dan awan adalah bentuk keserasian.
Mau awan hanya guratan tipis seperti alis sebelum dipertebal menyerupai alis Shinchan atau bergemulung seperti permen kapas di pasar malam.
Selalu, awan membuatnya berkhayal kelewatan, membuat imajinasi suka-suka. Suka-suka dia saja.
Dalam imajinasinya, disana banyak sekali kurcaci yang berlarian ke sana ke mari, seolah lelah tak pernah ada dalam dunianya. Berteriak seolah ingin menyampaikan pada dunia bahwa mereka bahagia.
Dengan permen di tangan kanan dan layang-layang di tangan kiri. mereka berlarian, menarik layang-layang seolah dikejar-kejar. Luar biasa, terlihat bahagia hanya dengan kegiatan begitu saja.
Ada pula seorang kakek dan nenek yang selalu mesra dari masa ke masa hingga mereka menua, hidup sederhana dalam gubuk bahagia.
Sang kakek selalu menyeduhkan teh manis hangat untuk nenek di sore hari, sambil membawakan jaket lalu menggantungkannya pada ounggung nenek, mereka menikmati senja di negeri mereka.
Lalu ketika senja berganti kelam malam, sang kakek akan mengecup kening nenek. " Untuk hadirmu hari ini, terima kasih." ucapnya.
nenek hanya akan tersenyum simpul. Manis dengan kerutan wajah di sana-sini.
tak terlewatkan, seseorang yang berdiam diri dengan tak henti-hentinya menyelipkan senyum dalam segala aktivitasnya.
Kata orang sekitarnya, dia melakukannya setiap hari. Diam di balkon rumahnya seolah menanti, entah apa.
sesekali membaca lalu menyesap susu coklat panas. melihat sekeliling , lalu kembali melihat ke bawah, ke dunia gadis itu. sepertinya yang dia tunggu bukan dari negeri atas awan.
Lalu seseorang yang melihat gadis itu kebingungan, mendekati. Tanpa bertanya, orang itu menjelaskan pada sang gadis. dia menanti seseorang yang telah lama menghilang.
Ah, bukan menghilang, lebih tepatnya yang pergi dari negeri ini. Semacam mencari bahagia yang lain, kata orang itu.
" Lalu dia tidak terlihat sedih, nelangsa atau gundah saat menanti orang yang pergi?" tanya gadis itu.
" Dalam negeri kami, hanya ada bahagia. Tak kami beri kesempatan untuk lara bertandang lama-lama."
ucapnya sambil tersenyum, lalu pergi meninggalkan sang gadis.
Gadis itu mengabsen satu-satu sudut negeri dengan pandangan matanya. benar saja, disana hanya ada bahagia. Negeri ini tak mengenal kata sedih.
Gadis itu hidup seperti ini, membuat imajinasi sendiri. lalu dia hanya akan tersenyum jika mengingat kembali.
Seperti hari ini, dia melihat langit dengan awan hampir penuh menutupi langit biru.
Langit siang ini hampir putih seluruhnya. Lalu imajinasinya kembali muncul, dan gadis itu tersenyum begitu saja, menatap langit.
Awan yang menghiasi langit adalah lesukaannya.
Bagaimanapun bentuknya, baginya langit dan awan adalah bentuk keserasian.
Mau awan hanya guratan tipis seperti alis sebelum dipertebal menyerupai alis Shinchan atau bergemulung seperti permen kapas di pasar malam.
Selalu, awan membuatnya berkhayal kelewatan, membuat imajinasi suka-suka. Suka-suka dia saja.
Dalam imajinasinya, disana banyak sekali kurcaci yang berlarian ke sana ke mari, seolah lelah tak pernah ada dalam dunianya. Berteriak seolah ingin menyampaikan pada dunia bahwa mereka bahagia.
Dengan permen di tangan kanan dan layang-layang di tangan kiri. mereka berlarian, menarik layang-layang seolah dikejar-kejar. Luar biasa, terlihat bahagia hanya dengan kegiatan begitu saja.
Ada pula seorang kakek dan nenek yang selalu mesra dari masa ke masa hingga mereka menua, hidup sederhana dalam gubuk bahagia.
Sang kakek selalu menyeduhkan teh manis hangat untuk nenek di sore hari, sambil membawakan jaket lalu menggantungkannya pada ounggung nenek, mereka menikmati senja di negeri mereka.
Lalu ketika senja berganti kelam malam, sang kakek akan mengecup kening nenek. " Untuk hadirmu hari ini, terima kasih." ucapnya.
nenek hanya akan tersenyum simpul. Manis dengan kerutan wajah di sana-sini.
tak terlewatkan, seseorang yang berdiam diri dengan tak henti-hentinya menyelipkan senyum dalam segala aktivitasnya.
Kata orang sekitarnya, dia melakukannya setiap hari. Diam di balkon rumahnya seolah menanti, entah apa.
sesekali membaca lalu menyesap susu coklat panas. melihat sekeliling , lalu kembali melihat ke bawah, ke dunia gadis itu. sepertinya yang dia tunggu bukan dari negeri atas awan.
Lalu seseorang yang melihat gadis itu kebingungan, mendekati. Tanpa bertanya, orang itu menjelaskan pada sang gadis. dia menanti seseorang yang telah lama menghilang.
Ah, bukan menghilang, lebih tepatnya yang pergi dari negeri ini. Semacam mencari bahagia yang lain, kata orang itu.
" Lalu dia tidak terlihat sedih, nelangsa atau gundah saat menanti orang yang pergi?" tanya gadis itu.
" Dalam negeri kami, hanya ada bahagia. Tak kami beri kesempatan untuk lara bertandang lama-lama."
ucapnya sambil tersenyum, lalu pergi meninggalkan sang gadis.
Gadis itu mengabsen satu-satu sudut negeri dengan pandangan matanya. benar saja, disana hanya ada bahagia. Negeri ini tak mengenal kata sedih.
Gadis itu hidup seperti ini, membuat imajinasi sendiri. lalu dia hanya akan tersenyum jika mengingat kembali.
Seperti hari ini, dia melihat langit dengan awan hampir penuh menutupi langit biru.
Langit siang ini hampir putih seluruhnya. Lalu imajinasinya kembali muncul, dan gadis itu tersenyum begitu saja, menatap langit.
Komentar
Posting Komentar