PROLOG Akan aku ceritakan sebuah kisah. Ah, bukan. Tapi banyak kisah. Tentang mereka yang merindukan masa kecilnya. Masa di mana sakitnya terjatuh hanya di lutut, bukan di hati. Masa di mana ritual marathon kartun di Minggu pagi adalah perihal wajib yang harus ditaati. Masa di mana bermain, berlari, berpetualang ke sana-ke mari adalah hal yang paling menyenangkan. Namun, tidak semua kisah dapat ditertawakan. Tidak sedikit dari mereka yang juga merasa ditinggalkan, merasa terasingkan perannya sebagai seorang manusia kecil, juga merasakan hal-hal tersulit dalam hidupnya ketika masih belum mengerti apapun. Itulah kenangan. Tidak melulu manis. Namun, mereka sudah tergaris. Dalam hidup. *** Hari ini aku memasuki akhir Desember. Musim hujan datang berirama merdu. Hujan turun, rintiknya memberi isyarat kenangan. Aku berdiri di depan rumah menatap langit. Hujan yang sangat kurindukan. Aku suka hujan, rintiknya membelai wajahku. Membasahi tubuhku juga kenangan masa lal...
Tidak semua yang aku tulis adalah aku, dan berhentilah menerka-nerka, sebab dalam permainan kata, aku bebas menjadi apa dan siapa, karena dalam dunia kata aku adalah sutradaranya, aku adalah dalang pada tiap cerita.